Rabu, 17 Maret 2010

Bathara Narada




Narada atau Narada Muni adalah seseorang yang bijaksana dalam tradisi Hindu, yang memegang peranan penting dalam kisah-kisah Purana, khususnya Bhagawatapurana. Narada digambarkan sebagai pendeta yang suka mengembara dan memiliki kemampuan untuk mengunjungi planet-planet dan dunia yang jauh. Ia selalu membawa alat musik yang dikenal sebagai vina, yang pada mulanya dipakai oleh Narada untuk mengantarkan lagu pujian, doa-doa, dan mantra-mantra sebagai rasa bakti terhadap Dewa Wisnu atau Kresna.
Dalam tradisi Waisnawa ia memiliki rasa hormat yang istimewa dalam menyanyikan nama Hari dan Narayana dan proses pelayanan didasari rasa bakti yang diperlihatkannya, dikenal sebagai bhakti yoga seperti yang dijelaskan dalam kitab yang merujuk kepadanya, yang dikenal sebagai Narad Bhakti Sutra.
Read more…
Comment (1) / Add Comment
04 Jan
Daftar Raja-raja Jawa
Posted by: Sastro Yuwono / Category: Sejarah Jawa, Tokoh Jawa
Mataram Kuno
Dinasti Syailendra
• Bhanu (752-775)
• Wisnu (775-782)
• Indra (782-812)
• Samaratungga (812-833)
• Pramodhawardhani (833-856), menikah dengan Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya)

Dinasti Sanjaya
• Sanjaya (732-7xx)
• Rakai Panangkaran
• Rakai Panunggalan
• Rakai Warak
• Rakai Garung
• Rakai Patapan (8xx-838)
• Rakai Pikatan (838-855), mendepak Dinasti Syailendra
• Rakai Kayuwangi (855-885)
• Dyah Tagwas (885)
• Rakai Panumwangan Dyah Dewendra (885-887)
• Rakai Gurunwangi Dyah Badra (887)
• Rakai Watuhumalang (894-898)
• Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910)
• Daksa (910-919)
• Tulodong (919-921)
• Dyah Wawa (924-928)
• Mpu Sindok (928-929), memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur (Medang)
• Sanjaya Gusti

Medang
• Mpu Sindok (929-947)
• Sri Isyanatunggawijaya (947-9xx)
• Makutawangsawardhana (9xx-985)
• Dharmawangsa Teguh (985-1006)

Kahuripan
• Airlangga (1019-1045), mendirikan kerajaan di reruntuhan Medang
• (Airlangga kemudian memecah Kerajaan Kahuripan menjadi dua: Janggala dan Kadiri)

Janggala
• (tidak diketahui silsilah raja-raja Janggala hingga tahun 1116)
Kadiri
• (tidak diketahui silsilah raja-raja Kadiri hingga tahun 1116)
• Kameswara (1116-1135), mempersatukan kembali Kadiri dan Panjalu
• Jayabaya (1135-1159)
• Rakai Sirikan (1159-1169)
• Sri Aryeswara (1169-1171)
• Sri Candra (1171-1182)
• Kertajaya (1182-1222)
Singhasari
• Tunggul Ametung (1222)tewas dibunuh Ken Arok.
• Ken Arok (1222-1227)
• Anusapati (1227-1248)
• Tohjaya (1248)
• Ranggawuni (Wisnuwardhana) (1248-1254)
• Kertanagara ( 1254-1292)
Majapahit
• Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana) (1293-1309)
• Jayanagara (1309-1328)
• Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
• Hayam Wuruk (Rajasanagara) (1350-1389)
• Wikramawardhana (1390-1428)
• Suhita (1429-1447)
• Dyah Kertawijaya (1447-1451)
• Rajasawardhana (1451-1453)
• Girishawardhana (1456-1466)
• Singhawikramawardhana (Suraprabhawa) (1466-1474)
• Girindrawardhana Dyah Wijayakarana(1468-1478)
• Singawardhana Dyah Wijayakusuma (menurut Pararaton menjadi Raja Majapahit selama 4 bulan sebelum wafat secara mendadak ) ( ? - 1486 )
• Girindrawardhana Dyah Ranawijaya alias Bhre Kertabumi (diduga kuat sebagai Brawijaya, menurut Kitab Pararaton dan Suma Oriental karangan Tome Pires pada tahun 1513) (1474-1519)

Demak
• Raden Patah (1478 - 1518)
• Pati Unus (1518 - 1521)
• Sultan Trenggono (1521 - 1546)
• Sunan Prawoto (1546 - 1561)
Kesultanan Pajang
• Jaka Tingkir, bergelar Sultan Hadiwijoyo (1549 - 1582)
• Arya Pangiri, bergelar Sultan Ngawantipuro (1583 - 1586)
• Pangeran Benawa, bergelar Sultan Prabuwijoyo (1586 - 1587)
Mataram Baru
Daftar ini merupakan Daftar penguasa Mataram Baru atau juga disebut sebagai Mataram Islam, meski penamaan terakhir ini kurang pas. Catatan: sebagian nama penguasa di bawah ini dieja menurut ejaan bahasa Jawa.
• Ki Ageng Pamanahan, menerima tanah perdikan Mataram dari Jaka Tingkir
• Panembahan Senopati (Raden Sutawijaya) (1587 - 1601), menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka.
• Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang) (1601 - 1613)
• Adipati Martapura (1613 selama satu hari)
• Sultan Agung (Raden Mas Rangsang / Prabu Hanyakrakusuma) (1613 - 1645)
• Amangkurat I (Sinuhun Tegal Arum) (1645 - 1677)

Kasunanan Kartasura
• Amangkurat II (1680 – 1702), pendiri Kartasura.
• Amangkurat III (1702 – 1705), dibuang VOC ke Srilangka.
• Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger.
• Amangkurat IV (1719 – 1726), leluhur raja-raja Surakarta dan Yogyakarta.
• Pakubuwana II (1726 – 1742), menyingkir ke Ponorogo karena Kartasura diserbu pemberontakl; mendirikan Surakarta.

Kasunanan Surakarta
• Pakubuwana I/Pangeran Puger (1704 - 1719), memerintah Kasunanan Kartasura
• Pakubuwana II (1745 - 1749), pendiri kota Surakarta; memindahkan keraton Kartasura ke Surakarta pada tahun 1745
• Pakubuwana III (1749 - 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai penguasa setengah wilayah kerajaannya.
• Pakubuwana IV (1788 - 1820)
• Pakubuwana V (1820 - 1823)
• Pakubuwana VI (1823 - 1830), diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia; juga dikenal dengan nama Pangeran Bangun Tapa.
• Pakubuwana VII (1830 - 1858)
• Pakubuwana VIII (1859 - 1861)
• Pakubuwana IX (1861 - 1893)
• Pakubuwana X (1893 - 1939)
• Pakubuwana XI (1939 - 1944)
• Pakubuwana XII (1944 - 2004)
• Dua orang Pakubuwana XIII (2004 - sekarang), terjadi perebutan takhta antara Pangeran Hangabehi dan Pangeran Tejowulan.

Kasultanan Yogyakarta

• Hamengkubuwana I (1755 - 1792)
• Hamengkubuwana II (1793 - 1828)
• Hamengkubuwana III (1810 - 1814)
• Hamengkubuwana IV (1814 - 1822)
• Hamengkubuwana V (1822 - 1855)
• Hamengkubuwana VI (1855 - 1877)
• Hamengkubuwana VII (1877 - 1921)
• Hamengkubuwana VIII (1921 - 1939)
• Hamengkubuwana IX (1939 - 1988)
• Hamengkubuwana X (1988 - sekarang)
Comments (0) / Add Comment





Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
Posted by: Sastro Yuwono / Category: Sejarah Jawa
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47. Secara resmi pada tahun 1950, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (dan Kadipaten Pakualaman) menjadi bagian dari Indonesia, yaitu sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) antara Pangeran Mangkubumi dan VOC di bawah Gubernur-Jendral Jacob Mossel, maka Kerajaan Mataram dibagi dua. Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan dengan gelar Sultan Hamengkubuwana I dan berkuasa atas setengah daerah Kerajaan Mataram. Sementara itu Sunan Paku Buwono III tetap berkuasa atas setengah daerah lainnya dengan nama baru Kasunanan Surakarta dan daerah pesisir tetap dikuasai VOC.
16 Oct
Sejarah dan Macam Aliran Kebatinan
Posted by: Sastro Yuwono / Category: Kebatinan, falsafah
Pada tanggal 19 dan 20 Agustus 1955 di Semarang telah diadakan kongres dari berpuluh-puluh budaya kebatinan yang ada di berbagai daerah di jawa dengan tujuan untuk mempersatukan semua organisasi yang ada pada waktu itu. Kongres berikutnya yang diadakan pada tanggal 7 Agustus tahun berikutnya di surakarta sebagai lanjutannya, dihadiri oleh lebih dari 2.000 peserta yang mewakili 100 organisasi. Pertemuan-pertemuan itu berhasil mendirikan suatu organisasi bernama Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) (Badan 1956), yang kemudian juga menyelenggarakan dua kongres serta seminar mengenai masalah kebatinan dalam tahun 1959, 1961 dan 1962 (Pakan 1978:98)
Kebanyakan budaya kebatinan di Jawa awalnya merupakan budaya lokal saja dengan anggota yang terbatas jumlahnya, yakni tidak lebih dari 200 orang. budaya seperti itu secara resmi merupakan “aliran kecil”, seperti Penunggalan, Perukunan Kawula Manembah Gusti, Jiwa Ayu dan Pancasila Handayaningratan dari Surakarta; Ilmu Kebatinan Kasunyatan dari Yogyakarta; Ilmu Sejati dari Madiun; dan Trimurti Naluri Majapahit dari Mojokerto dll
16 Oct
Budaya Kebatinan Orang Jawa
Posted by: Sastro Yuwono / Category: Kebatinan
Menurut pandangan ilmu mistik kebatinan orang jawa, kehidupan manusia merupakan bagian dari alam semesta secara keseluruhan, dan hanya merupakan bagian yang sangat kecil dari kehidupan alam semesta yang abadi, dimana manusia itu seakan-akan hanya berhenti sebentar untuk minum (urip iku mung mampir ngombe).
Sikap. Gaya hidup, dan banyak aktivitas sebagai latihan upacara yang harus diterima dan dilakukan oleh seorang, yang ingin menganut mistik dibawah pimpinan guru dan panuntun agama itu, pada dasarnya sama pada berbagai gerakan kebatinan jawa yang ada. Hal yang mutlak perlu adalah kemampuan untuk melepaskan diri dari dunia kebendaan, yaitu memiliki sifat rila (rela) untuk melepaskan segala hak milik, pikiran atau perasaan untuk memiliki, serta keinginan untuk memiliki.. melalui sikap rohaniah ini orang dapat membebaskan diri dari berbagai kekuatan serta pengaruh dunia kebendaan di sekitarnya.
16 Oct
Pranoto Mongso, Aliran Musim asli Jawa
Posted by: Sastro Yuwono / Category: Budaya Jawa, Kehidupan
Pranata Mangsa atau aturan waktu musim biasanya digunakan oleh para petani pedesaan, yang didasarkan pada naluri saja, dari leluhur yang sebetulnya belum tentu dimengerti asal-usul dan bagaimana uraian satu-satu kejadian di dalam setahun. Walau begitu bagi para petani tetap dipakai dan sebagai patokan untuk mengolah pertanian. Uraian mengenai Pranata Mangsa ini diambil dari sejarah para raja di Surakarta, yang tersimpan di musium Radya-Pustaka.
Menurut sejarah, sebetulnya baru dimulai tahun 1856, saat kerajaan Surakarta diperintah oleh Pakoeboewono VII, yang memberi patokan bagi para petani agar tidak rugi dalam bertani, tepatnya dimulai tanggal 22 Juni 1856, dengan urut-urutan :
16 Oct
Sunan Kalijaga, Gurunya Orang Jawa
Posted by: Sastro Yuwono / Category: Tokoh Jawa
Sunan Kalijaga yang hidup di jaman Kerajaan Islam Demak (sekitar abad 15) aslinya bernama Raden Said, adalah putra Adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilatikta/Raden Sahur. Raden Sahur adalah keturunan Ranggalawe yang beragama Hindu. Sunan Kalijaga diperkenalkan agama Islam oleh guru agama Kadipaten Tuban sejak kecil.
Melihat lingkungan sekitar yang kontradiktif dengan kehidupan rakyat jelata yang serba kekurangan, menyebabkan ia bertanya kepada Ayahnya mengenai hal tersebut, yang dijawab bahwa itu adalah untuk kepentingan kerajaan Majapahit yang membutuhkan dana banyak untuk menghadapi pemberontakan. Maka secara diam-diam ia bergaul dengan rakyat jelata, menjadi pencuri untuk mengambil sebagian barang-barang di gudang dan membagikan kepada rakyat yang membutuhkan.
16 Oct
Wayang dan Filosofi Wayang
Posted by: Sastro Yuwono / Category: Wayang
Seni pewayangan yang merupakan seni pakeliran dengan tokoh utamanya Ki Dalang adalah suatu bentuk seni gabungan antara unsur seni tatah sungging (seni rupa) dengan menampilkan tokoh wayangnya yang diiringi dengan gending/irama gamelan, diwarnai dialog (antawacana), menyajikan lakon dan pitutur/petunjuk hidup manusia dalam falsafah.
Seni pewayangan dapat digelar dalam bentuk Wayang Kulit Purwa, dilatar-belakangi layar/kelir dengan pokok cerita yang sumbernya dari Mahabharata dan Ramayana, berasal dari India. Namun ada juga pagelaran wayang kulit purwa dengan lakon cerita yang di petik dari ajaran Budha, seperti cerita yang berkaitan dengan upacara ruwatan (pensucian diri manusia). Pagelaran wayang kulit purwa biasanya memakan waktu semalam suntuk.


21 Aug
Keblat Papat Lima Pancer
Posted by: Sastro Yuwono / Category: falsafah
Sejak dahulu orang Jawa telah mempunyai “ perhitungan “ ( petung Jawa ) tentang pasaran, hari, bulan dan lain sebagainya. Perhitungan itu meliputi baik buruknya pasaran, hari, bulan dan lain sebagainya. Khusus tentang hari dan pasaran terdapat di dalam mitologi sebagai berikut :
1. Batara Surya ( Dewa Matahari ) turun ke bumi menjelma menjadi Brahmana Raddhi di gunung tasik. Ia menggubah hitungan yang disebut Pancawara ( lima bilangan ) yang sekarang disebut Pasaran yakni : Legi, Paing, Pon, Wage dan Kliwon nama kunonya : Manis, Pethak ( an ) Abrit ( an ) Jene ( an ) Cemeng ( an ), kasih. ( Ranggowarsito R.NG.I : 228 )